https://ponorogo.times.co.id/
Berita

Kisah Muhammad Awab, Sang Inisiator Energi Matahari di Gunungkidul

Minggu, 19 Oktober 2025 - 16:32
Muhammad Awab, Inisiator Energi Matahari di Gunungkidul Muhammad Awab menunjukkan panel surya di atap rumahnya, Sabtu, 18/10/2025. (Foto: Eko Susanto/TIMES Indonesia)

TIMES PONOROGO, GUNUNGKIDUL – Sabtu pagi (18/10/2025), jalanan Dusun Ngemplek, Kalurahan Piyaman, Kapanewon Wonosari, Gunungkidul, masih terlihat sepi. Tak ada kendaraan maupun orang yang lalu-lalang.

Di muka sebuah lorong jalan berbatu menuju rumah Muhammad Awab, dua tiang lampu berdiri di kiri dan kanan jalan. Pada ujung tiang, terdapat panel surya berukuran sekitar 40 x 30 sentimeter. Hal ini menandakan bahwa sumber listrik penerang jalan umum ini bersumber dari energi matahari.

Dari jalan beraspal Dusun Ngemplek ke arah timur, tiang-tiang penerangan serupa berjajar rapi. Semua sumber listriknya bertenaga surya yang ditangkap panel di atasnya.

Di seberang lorong jalan berbatu menuju rumah Awab, ada sebuah rumah beratap genteng cokelat yang di atapnya juga terpasang panel surya. Rumah itu milik Bagyo, 70 tahun, buruh tani tetangga Muhammad Awab. Jarak rumah Bagyo dengan rumah Awab hanya puluhan meter saja. sehingga rumah Awab terlihat jelas dari depan rumah Bagyo.

Bagyo menemui saya sambil bertelanjang dada dan memakai kacamata yang sebelahnya bolong tidak ada kacanya.

“Panel surya itu bantuan dari Pak Awab,” ujarnya sambil tersenyum.

Bagyo sudah sembilan tahun memakai listrik tenaga matahari.

“Penyimpan dayanya saya pakai aki bekas,” katanya. “Selama Sembilan tahun, saya sudah ganti dua kali. Satu aki harganya tiga ratus lima puluh ribu.”

Usai mengatakan itu, saya meminta Bagyo berdiri di depan rumahnya. Klik. Saya memotret Bagyo di depan rumahnya.

Dari rumah Bagyo saya berjalan menuju rumah Awab. Rumah inisiator energi matahari di Gunungkidul itu rimbun oleh pepohonan. Dari Lorong jalan terlihat jelas di atap rumahnya terpasang panel surya ukuran besar.

Di samping rumahnya juga terdapat tiang panel surya, namun bukan hanya untuk penerangan saja, tapi juga untuk mengalirkan air kolam menuju lahan pertaniannya melalui pipa pipa paralon berdiameter kecil.

Di teras rumah, Awab duduk santai bersama istrinya. Teras rumah Awab lebih mirip ruang tamu. Ada tiga meja disusun memanjang dengan toples toples berjajar berisi camilan. Ada juga wadah plastik besar berisi kopi kemasan berbagai merek, juga termos air panas. Siapa pun yang datang dipersilakan membuat kopi sendiri.

Rumah Awab memang menjadi tempat berkumpul warga dan mahasiswa dari berbagai kampus yang ingin belajar energi terbarukan.

“Speaker-speaker itu buat ibu-ibu senam tiap pagi,” katanya sambil menunjuk tumpukan pengeras suara di pojok teras.

Meski sehari-hari bekerja sebagai panitera pengganti di Pengadilan Negeri Bantul, Awab selalu menyempatkan waktu pada hari Sabtu dan Minggu untuk berbagi ilmu, terutama tentang listrik tenaga matahari.

Berawal dari Gempa Jogja 2006

panel-surya-2.jpgMuhammad Awab menunjuukan pipa pipa paralon yang mengairi lahan pertaniannya yang menggunakan listrik energi matahari. (Foto: Eko Susanto/TIMES Indonesia)

Semua berawal dari peristiwa gempa yang melanda Yogyakarta pada tahun 2006. 

Saat itu Awab tergabung dalam komunitas Radio Amatir (ORARI) dan Radio Antar Penduduk Indonesia (RAPI). Ketika gempa mengguncang, listrik padam total, sinyal telepon hilang, dan kepanikan melanda karena kabar hoaks soal ada tsunami akan menerjang Bantul sudah tersebar berantai dari banyak orang.

“Semua lumpuh, dan gelap,” kenang Awab. “Listrik mati, komunikasi terputus, dan banyak orang tidak bisa mengabarkan keadaan keluarganya.”

Dia dan kawan-kawannya di komunitas ORARI berusaha keras menyalurkan informasi yang benar lewat radio. Namun suasana sudah terlanjur membuat banyak orang panik. Namun di tengah kepanikan itu, Awab mendapatkan pelajaran penting, betapa rapuhnya masyarakat tanpa kemandirian energi.

Suatu hari, Awab dibuat kagum pada sebuah kendaraan pikap bermuatan diesel pembangkit listrik yang datang membantu warga. Namun kekaguman itu tiba-tiba sirna saat tahu bahwa warga harus membayar untuk sekadar mengecas ponsel.

“Saya trenyuh,” katanya pelan. “Ternyata ada juga yang mencari keuntungan di tengah bencana.”

Dari situ, dia bertekad mencari cara agar masyarakat bisa punya sumber energi sendiri, tanpa bergantung pada jaringan besar yang mudah lumpuh. Dia mulai merakit sistem sederhana dari aki bekas dan panel surya yang ia pelajari secara autodidak.

“Saya waktu itu cuma ingin anak-anak di shelter pengungsian tidak takut gelap,” ujarnya.

Sebelum terjadi gempa, istrinya tengah hamil anak pertama. Beberapa waktu setelah gempa terjadi istrinya kemudian melahirkan. Dari peristiwa kelahiran anaknya, Awab sering memikirkan betapa pentingnya cahaya bagi anak kecil.

“Kalau gelap, mereka susah tidur dan sering menangis. Maka saya berinisiatif pasang panel surya di shelter pengungsian.”

Awalnya cahaya lampu penerang yang dia rangkai dari panel surya hanya bertahan empat jam, itupun redup pula. Tapi di tengah kegelapan malam pascagempa, cahaya lampu yang redup itu justru bermanfaat besar. Hari demi hari, keterampilannya meningkat. Lampu penerangan kemudian bisa menyala lebih lama, bahkan cukup kuat untuk mengisi daya ponsel warga.

Energi Matahari Menyalakan Kampung

panel-surya-3.jpgBagyo berpose di depan rumahnya, Sabtu, 18/10/2025. Panel surya di atap rumahnya merupakan bantuan dari Muhammad Awab. (Foto: Eko Susanto/TIMES Indonesia)

Sejak itu, Awab semakin larut dalam dunia energi terbarukan. Dia lupa tahun berapa, saat pertama kali membeli sebidang tanah di Piyaman. Lalu membangun rumahnya sedikit demi sedikit. Penerangan pertamanya bukan dari PLN, melainkan dari panel surya rakitannya sendiri.

Warga sekitar heran, kata Awab. Rumah Awab terang padahal belum pasang listrik PLN. Mereka mulai datang, bertanya, dan belajar.

“Kemudian banyak juga mahasiswa yang datang ke sini,” kata Awab. “Bahkan Dusun Ngemplek ini sering jadi lokasi KKN yang tujuannya belajar tentang energi terbarukan.”

Pada saat itu memang harga panel surya dan aki penyimpan dayanya masih tergolong mahal. Banyak warga menunda niatnya. Tapi Awab tak menyerah. Ia meminjamkan panel surya untuk tetangga yang ingin mencoba. Salah satunya Bagyo. Orang pertama yang kini jadi contoh sukses penerapan energi matahari di Dusun Ngemplek.

Kini, beberapa rumah di Piyaman telah memakai panel surya: rumah Suradi, rumah Tono, dan beberapa lainnya. Saat ini sudah ada belasan rumah yang energi listriknya memakai panel surya. Namun sebagian mengombinasikan listrik PLN dan tenaga surya. Pake system switch, kata Awab. Ketika baterai melemah, sistem mekanisnya otomatis berpindah ke listrik PLN.

Tak hanya di Piyaman, Awab juga membantu memasang panel surya bagi nelayan di Pantai Sadeng, petani di Manisrenggo Klaten, hingga warga di sebuah desa di Jawa Timur.

Sejak 2022, lima kapal nelayan di dermaga Sadeng juga sudah memakai tenaga matahari sebagai sumber energi saat melaut. Akhir September lalu, Karang Taruna Dusun Nujo, Kalurahan Pucung, Kapanewon Girisubo juga turut memasang panel surya untuk penerangan tempat wisata pantai Srakung.

“Saya ingin ibu-ibu di desa juga merasakan manfaatnya,” ujarnya. “Seperti ibu ibu UMKM pembuat keripik singkong di sini. Alat pemotong singkongnya juga memakai listrik tenaga matahari.”

Dia juga bermimpi memberdayakan perempuan di pesisir, agar mereka bisa berproduksi dari rumah ketika para suami pergi melaut.

Menyiram Ladang dengan Energi Matahari

Awab tak hanya berhenti di rumah dan nelayan. Pada Januari 2025, dia mencoba hal baru. Memanfaatkan energi matahari untuk pertanian. Dia membuat kolam ikan di dekat rumahnya. Kolamnya ditaburi bibit lele dan gurami. Air dari kolam itu dialirkan ke kebun alpukat dan sayuran menggunakan pompa listrik tenaga matahari.

“Sistemnya tumpang sari,” jelasnya. “Air kolam mengairi kebun, kebun memberi hasil panen, kolam memberi ikan. Semua berjalan dengan listrik tenaga matahari.”

Ke depan, Awab berencana mengembangkan sistem pengairan jarak jauh berbasis remote control. Namun, katanya, semua itu akan berjalan jika warga benar-benar tertarik menggunakan energi matahari. (*)

Pewarta : Eko Susanto
Editor : Wahyu Nurdiyanto
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Ponorogo just now

Welcome to TIMES Ponorogo

TIMES Ponorogo is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.