TIMES PONOROGO, PACITAN – Para peternak sapi di Kabupaten Pacitan yang sempat gigit jari karena ternaknya mati akibat wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK), kini boleh sedikit bernapas lega.
Pemerintah Kabupaten Pacitan akhirnya memenuhi janji kompensasi. Duit pengganti kerugian itu kini sudah di depan mata. Tapi jangan senang dulu, peternak yang lambat melengkapi administrasi bisa saja gigit jari dua kali.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Pacitan, Sugeng Santoso, mengungkapkan kompensasi siap dikucurkan. Namun, prosesnya kini masuk tahap pengumpulan nomor rekening. Jika peternak lalai, maka pembayaran bisa molor atau hangus.
"Kuotanya sudah 170 dan itu sudah terverifikasi. Tidak ada tahap dua. Mudah-mudahan memang tidak ada lagi kasus sapi ternak mati akibat PMK," kata Sugeng, Kamis (3/7/2025).
Ya, hanya 170 peternak yang beruntung lolos verifikasi. Padahal di awal, daftar pemohon membengkak melebihi kuota. Namun setelah disisir ketat, pemerintah hanya mengakui 170 yang sah.
Dan jumlah itu sudah final. Tak ada babak tambahan. Jadi peternak yang berharap gelombang kedua kompensasi? Mimpi saja.
Sugeng menjelaskan nilai kompensasi pun sangat terbatas. Hanya Rp2,5 juta per ekor ternak mati. Ditambah aturan keras: setiap peternak maksimal hanya boleh klaim dua ekor.
"Misalnya kalau si A sapinya mati tiga ekor, kami hanya bisa memberikan kompensasi untuk dua ekor saja. Itu sesuai kemampuan daerah," tegasnya.
Artinya, kalau ada peternak yang kehilangan lima ekor sekalipun, pemerintah hanya menutup kerugian untuk dua ekor. Sisanya? Pasrah. Mau marah pun percuma, sebab APBD Pacitan memang tipis.
Tak Bisa Tunai, Semua Harus Lewat Rekening
Yang lebih menggelitik, proses penyaluran awalnya mau dilakukan tunai. Namun setelah cek sana-sini dengan Badan Keuangan Daerah (BKD), skema itu diubah total.
"Awalnya kami pikir harus diserahkan secara tunai. Ternyata setelah kami koordinasi dengan BKD, bisa disalurkan lewat rekening. Ini tentu lebih aman dan efisien," terang Sugeng.
Dengan kata lain, tak ada lagi amplop tebal di kantor desa atau balai kecamatan. Semua disalurkan langsung ke rekening peternak.
Sugeng bahkan menegaskan, hari ini adalah tenggat akhir bagi peternak untuk menyerahkan data rekening mereka. Lewat dari itu? Risiko tanggung sendiri.
"Rencananya para penerima akan kami undang karena ada beberapa dokumen yang perlu ditandatangani sebagai syarat administratif," ungkapnya.
Dan dia berjanji, uang kompensasi ini akan sampai ke tangan peternak tanpa dipotong sedikit pun. Setiap rupiah utuh. "Kami pastikan nanti akan sampai ke penerima manfaat, tidak ada potongan apapun," tegas Sugeng.
Dorongan DPRD dan Sumber Dana yang Pas-pasan
Tak dapat dipungkiri, dorongan paling keras datang dari Komisi II DPRD Pacitan. Mereka mendesak agar hak peternak segera ditunaikan. Kalau tidak, bisa gaduh.
"Ini juga berkat dorongan mitra kami di Komisi II DPRD," aku Sugeng.
Namun sayangnya, karena ini memakai dana Belanja Tidak Terduga (BTT) yang sifatnya darurat, jumlahnya juga tidak fantastis. Bagi peternak, Rp2,5 juta per ekor mungkin hanya cukup untuk menambal sebagian kerugian. Mengingat harga sapi potong dewasa saat ini bisa tembus Rp20 juta, bahkan lebih.
Tak heran, banyak peternak masih mengelus dada. Setidaknya, bantuan ini dianggap penawar luka meski jauh dari kata menutup total kerugian.
Dominasi Kecamatan Pacitan dan Kebonagung
Menariknya, jika ditelisik lebih dalam, sebagian besar penerima kompensasi berasal dari Kecamatan Pacitan dan Kebonagung. Dua wilayah ini memang jadi pusat populasi ternak sapi di kabupaten berjuluk Kota Seribu Gua.
Dengan demikian, distribusi bantuan akan lebih banyak terkonsentrasi di dua kecamatan ini. Namun Sugeng berharap, siapa pun penerimanya nanti, bisa memanfaatkan uang itu untuk kembali memutar roda usaha ternak.
"Kami semua berharap tidak ada lagi ternak yang mati karena PMK. Upaya pencegahan melalui vaksinasi dan edukasi kepada peternak akan terus kami jalankan," kata dia.
Zero Kasus PMK, Antraks Nihil - Tapi Jangan Terlena
Meski kabar cairnya kompensasi terdengar manis, Sugeng tak mau lengah. Sebab di dunia ternak, virus selalu jadi hantu yang tak kelihatan.
Untuk PMK, Pacitan sudah bebas kasus alias zero case sejak April-Mei 2025. Kendati demikian, vaksinasi dan pemberian vitamin pada ternak terus digenjot.
"PMK sejak April-Mei lalu sudah tidak ada kasus sama sekali. Tapi vaksinasi dan pemberian vitamin bagi ternak masih terus kami lakukan hingga sekarang," terang Sugeng.
Bagaimana dengan Antraks? Sugeng memastikan, saat ini nihil kasus. Bahkan sejak sebelum Iduladha, pasar hewan di Pacitan sudah kembali normal. Pedagang dan pembeli tak lagi diliputi rasa waswas.
"Untuk Antraks saat ini tidak ada kasus. Kabupaten Pacitan sebelumnya juga sama, aman. Pasar hewan sudah normal sejak sebelum Iduladha, tidak ditemukan ternak yang menunjukkan gejala," bebernya.
Namun Sugeng mengingatkan, euforia zero kasus jangan membuat peternak lengah. Virus bisa datang kapan saja, tanpa permisi. "Harapan kami kondisi ini terus berlangsung. Tapi tentu kita semua harus tetap waspada karena virus tidak kenal waktu dan tempat," pungkasnya. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Uang Kompensasi Ternak Mati di Pacitan Akhirnya Cair, Peternak Diminta Setor Rekening
Pewarta | : Yusuf Arifai |
Editor | : Ronny Wicaksono |