TIMES PONOROGO, PONOROGO – Di tengah geliat futsal Indonesia yang kian berkembang, muncul satu nama yang mencuri perhatian: Muhammad Bilal Abdillah Ihsani. Sosok muda berbakat ini bukan hanya memperkuat posisi Ponorogo dalam peta olahraga nasional, tapi juga menjadi simbol harapan dan perjuangan bagi komunitas disabilitas, khususnya tunarungu. Cerita Bilal bukan sekadar tentang keterampilan bermain futsal, tapi juga tentang tekad, dukungan komunitas, dan semangat untuk meraih prestasi meski menghadapi keterbatasan.
Menemukan Rumah dan Semangat
Bilal lahir di Surabaya pada 28 Agustus 2005. Namun, sebagian besar hidup dan proses tumbuh-kembangnya terjadi di Ponorogo. Kota yang dikenal dengan Reog ini bukan hanya menjadi tempat tinggal, tapi juga menjadi ruang di mana Bilal menemukan panggilan hidupnya di dunia futsal. Dalam komunitas futsal tuli Ponorogo, Bilal dikenal sebagai pemain yang konsisten, memiliki visi permainan tajam, serta semangat juang yang tinggi.
"Saya merasa lebih hidup saat di lapangan futsal," ungkap Bilal dalam satu sesi wawancara lokal. "Lapangan itu seperti tempat saya bicara, menyampaikan semua yang saya rasakan."
Di usia remaja, Bilal telah menunjukkan potensi luar biasa. Kecepatan, kontrol bola, dan kemampuan membaca permainan membuatnya menonjol di antara rekan-rekan seusianya. Namun, jalan menuju puncak tidak selalu mulus. Sebagai penyandang tunarungu, ia kerap menghadapi tantangan komunikasi, baik di sekolah maupun dalam dunia olahraga. Tetapi semangatnya tidak surut.
Seleksi Nasional: Bilal Membuktikan Diri
Pada 2025, Bilal mengikuti seleksi ketat untuk bergabung dengan Timnas Futsal Tuli Indonesia. Seleksi ini diikuti oleh puluhan pemain muda bertalenta dari berbagai daerah. Di setiap tahap, Bilal menunjukkan performa konsisten, baik dari aspek teknik, kerja sama tim, maupun semangat bertanding. Keberhasilannya menembus skuad inti tim nasional menjadi titik balik kariernya.
"Lolos ke timnas futsal tuli Indonesia, ini luar biasa frend. Dan keberhasilan Bilal ini sebagai bentuk kontribusi nyata untuk komunitas disabilitas dan olahraga inklusif," ujar Bupati Ponorogo, Sugiri Sancoko, saat melepas keberangkatan Bilal, Sabtu (2/8/2025).
Menurut Bupati Sugiri, keberhasilan Bilal bukan hanya prestasi individu, tapi juga kemenangan kolektif bagi Ponorogo. "Ini bukan hanya prestasi pribadi, tapi juga kebanggaan bagi Ponorogo dan komunitas futsal tuli tanah air. Semoga kiprahnya di tim nasional makin bersinar dan menginspirasi banyak atlet muda lainnya."
Komunitas yang Membesarkan
Keberhasilan Bilal tidak lepas dari peran komunitas futsal tuli Ponorogo yang terus mendukung perkembangan para pemain muda. Di kota ini, inklusivitas dalam olahraga mulai menjadi perhatian serius. Beberapa sekolah dan pusat pelatihan menyediakan waktu dan fasilitas bagi siswa tunarungu untuk berlatih dan berkompetisi secara profesional.
Bilal memiliki karakter kuat dan kemauan belajar tinggi. "Dia selalu datang paling awal dan pulang paling akhir. Dia pelajari video pertandingan, diskusi dengan pelatih lewat tulisan, isyarat, dan gestur. Dia benar-benar hidup untuk futsal."
Menatap Panggung Internasional
Timnas futsal tuli Indonesia saat ini tengah mempersiapkan diri untuk tampil di ajang bergengsi, seperti SEA Deaf dan Asia Pacific Deaf Futsal Championship. Ajang ini bukan hanya tentang medali, tapi juga representasi martabat penyandang disabilitas Indonesia di mata dunia. Dan Bilal, sebagai salah satu pemain muda, membawa semangat baru dalam tim.
Prestasi Bilal memberi efek domino positif di Ponorogo. Banyak anak muda, baik yang memiliki disabilitas maupun tidak, mulai melihat olahraga sebagai ruang aktualisasi diri. Pemerintah daerah pun mulai menggagas program pembinaan olahraga inklusif lebih sistematis, dari tingkat sekolah hingga komunitas.
Bilal adalah contoh nyata bahwa keterbatasan bukan akhir dari segalanya. Dengan dukungan keluarga, komunitas, dan kebijakan daerah yang inklusif, setiap anak—termasuk mereka yang menyandang disabilitas—punya peluang untuk bersinar. Kisah Bilal bukan hanya soal gol dan selebrasi, tapi tentang keberanian bermimpi dan ketekunan mewujudkannya.
Melalui keberhasilan Bilal, Ponorogo kembali menegaskan dirinya bukan sekadar kota budaya. Tapi juga tempat tumbuhnya semangat inklusivitas, ketangguhan, dan harapan baru.(*)
Pewarta | : M. Marhaban |
Editor | : Imadudin Muhammad |